Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara dibawah pengendalia suatu pihak tertentu. Apabia terjadi transaksi di antara mereka, transaksi tersebut dapat dinyatakan sebagai transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau transaksi afiliasi. Transaksi di perusahaan multinasional cenderung menggunakan skema transfer pricing. Skema yang biasanya dilaksanakan oleh perusahaan multinasional dalam transfer pricing adalah dengan cara mengalihkan labanya dari negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara yang tarif pajaknya rendah. Padahal, penerimaan pajak atas penghasilan dari perusahaan multinasional ini merupakan bagian dari penerimaan pajak yang sangat signifikan dari total penerimaan pajak di negara-negara tempat perusahaan multinasional tersebut beroperasi. (Danny Darussalam Tax Center,2013)
Konsep Dasar Transfer Pricing
Transfer pricing dapat diaplikasikan untuk beberapa tujuan yang berbeda, Dari sisi Hukum, transfer pricing dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi dan sinergi antara perusahaan dengan para pemegang sahamnya. Namun demikian, kebijakan transfer pricing suatu perusahaan juga harus melindungi kreditur dan pemegang saham minoritas dari perlakuan yang tidak fair. Dari sisi akuntansi manajerial, transfer pricing bisa digunakan untuk memaksimumkan laba perusahaan melalui penentuan harga barang atau jasa oleh suatu unit organisasi dari suatu perusahaan pada unit organisasi lainnya dalam perusahaan yang sama. Dalam perspektif perpajakan, transfer pricing adalah suatu kebijakan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Proses kebijakan tersebut menentukan pula besaran penghasilan dari setiap entitas yang terlibat. (DDTC.co.id)
Transfer Pricing di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang paling awal memiliki ketentuan transfer pricing. Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia, ketentuan ini mulai diatur sejak undang-undang nomor 7 tahun 1983 tetang pajak penghasilan. Dalam undang-undang ini, diatur ketentuan mengenai definisi hubungan istimewa. Selain itu, walaupun tidak secara eksplisit menyebut prinsip kewajaran (arm’s length principle) sebagai acuan bagi otoritas pajak dalam menjalankan wewnangnya untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi hubungan istimewa.
Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang sejak lama mencantumkan ketentuan transfer pricing dalam undang-undang erpajakannya, namun panduan tentang penerapannya baru diterbitkan lebih dari duapuluh tahun sejak diterbitkannya undang-undang tersebut. Panduan tentang arm’s length principle yang termuat dalam PER-32/PJ/2011 tersebut relative banyak mengadopsi petunjuk dan rekomendasi yang diberikan oleh OECD Guidelines 2010, dalam bentuk yang lebih sederhana.
Metode Transfer Pricing
Dilansir dari Kemenkeu.go.id Dalam peraturan Dirjen Pajak Nomor 43 Tahun 2010 yang diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011 menyebutkan metode apa yang dapat digunakan untuk menentukan harga transfer yang wajar dilakukan oleh perusahaan multinasional yang melakukan transfer pricing, yaitu:
Metode Perbandingan Harga
Metode ini dilakukan dengan membuat perbandngan antara harga transaksi dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (pembanding independen), baik itu internal CUP maupun eksternal CUP. Metode ini merupakan metode yang paling akurat, tetapi yang sering menjadi permasalahan adalah mencari barang yang benar-benar sejenis cenderung susah.
Baca Juga: Tarif Pengertian PTKP, Istilah Status dan Tarif PTKP 2020
Metode Harga Penjualan Kembali
Metode ini digunakan dalam hal Wajib Pajak bergerak dalam bidang usaha perdagangan, di mana produk yang telah dibeli dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa dijual kembali (resale) kepada pihak lainnya (yang tidak mempunyai hubungan istimewa). harga beli wajar dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa diperoleh dari harga yang terjadi pada penjualan kembali dikurangi dengan laba kotor wajar.
Metode Biaya-Plus
Metode Biaya-Plus dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Umumnya digunakan pada usaha pabrikasi.
Metode Pembagian Laba
Metode Pembagian Laba dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dengan menggunakan Metode Kontribusi (Contribution Profit Split Method) atau Metode Sisa Pembagian Laba (Residual Profit Split Method).
Metode Laba Bersih Transaksional
Metode Laba Bersih Transaksional dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap penjualan, terhadap biaya, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa lainnya.
Transfer Pricing Documentation
Pada Januari 2017 Menteri Keuangan telah mengeluarkan PMK 213/PMK.03/2016 untuk mengadopsi BEPS Action Plan Nomor 13 terkait dengan Penyimpanan Dokumentasi dan Kewajiban Pembuatan Transfer Pricing sebagai bukti aplikasi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha oleh Wajib Pajak atas berbagai transaksi afiliasi yang dilakukan. PMK ini berisi aturan tentang informasi tambahan dan jenis dokumen yang wajib disimpan oleh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa serta tata cara pengelolaannya. Berdasarkan aturan ini Dokumentasi Transfer Pricing khususnya untuk Master File dan Loca File harus sudah tersedia paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Baca Juga: Jenis Aktiva Lancar & Hubungannya dengan Perpajakan
Butuh Jasa Penyusunan Transfer Pricing Documentation?
Nahh sekarang sudah tahu kan apa itu Transfer Pricing Documentation atau TP Doc., namun jika masih bingung bagaimana proses transfer pricing, anda tidak perlu khawatir karena KJA Ashadi dan Rekan akan memberikan rekomendasi dan saran kepada klien tentang kebijakan terbaru dari pemerintah mengenai penyusunan dokumen yang terkait yang akan diambil oleh perusahaan. Selain itu kami juga melakukan studi untuk menilai resiko dari sisi perpajakan atas kebijakan transfer pricing yang telah diambil oleh perusahaan, dan membantu klien dalam membuat dokumentasi yang dibutuhkan otoritas perpajakan untuk pemeriksaan yang berhubungan dengan kebijakan transfer pricing perusahaan. Tujuan utama dari layanan ini adalah memastikan seluruh kewajiban atau perpajakan terkait transfer pricing oleh perusahaan sebagai Wajib Pajak telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Kantor Jasa Akuntan Ashadi dan Rekan merupakan bagian dari perusahaan konsultasi BMG Consulting Group dan telah didirikan di tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KMK No. 84/KM.1/PPPK/2015. Di dalam menjalankan usahanya KJA Ashadi & Rekan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang akuntansi, perpajakan, manajemen dan training.
Penulis: I. Wayan Kawistara
Editor: Rafli